Published on

Gurah menurut Islam

Authors

Pengobatan gurah mulai populer di masyarakat sejak tahun 1930-an. KH. Ahmad Marzuqi Romli mempelopori metode pengobatan gurah sebagai upaya menjaga kesehatan para pencari ilmu di lingkungan pondok pesantren yang ia didirikan. Proses gurah dianggap sebagai bentuk pembersihan diri, baik secara jasmani maupun rohani. Para pencari ilmu melakukan gurah sebagai ikhtiarnya agar lebih bugar dan mudah dalam hal mencari ilmu.

Gurah di Pesantren

Kenapa Gurah Populer di Kalangan Pesantren?

Pondok pesantren Lirboyo beberapa kali mengadakan gurah massal. Dalam artikelnya, disebutkan bahwa gurah massal telah menjadi program rutin pondok pesantren tersebut. Tercatat bahwa gurah massal dilakukan setahun dua kali di pondok pesantren tersebut. Selain bisa mengeluarkan dahak yang ada di kepala, konon gurah bisa berdampak positif meningkatkan kecerdasan. Selain itu gurah pun bisa menangani permasalahan mata seperti minus atau juga plus.

Karena fungsinya mengeluarkan lendir, gurah pun dipercaya mampu membantu membuat suara lebih merdu. Umum diketahui bahwa banyak santri yang berupaya mencari solusi agar suaranya bisa lebih merdu dan bersih. Tidak hanya dalam tadarus para santri pun seringkali mendambakan dapat turut menjadi vokal grup hadrah atau juga menjadi muazin dengan suara yang merdu. Gurah menjadi opsi dan memang sudah terbukti menjadi alternatif pengobatan bagi kalangan santri hingga hari ini.

Hadis Tentang Gurah

Pengobatan gurah semakin relevan di pesantren dan kalangan muslim lantaran memang ada riwayat nabi berkenaan dengan hal tersebut.

Telah berkata kepada kami Abdulloh bin Abi Syaibah, telah berkata pula kepada kami ‘Ubaidillah, telah mengabarkan kepada kami Isro’il dari Manshur, dari Kholid bin Sa’d berkata: Kami bepergian dan bersama kami Gholib bin Abjar dan mengalami sakit ketika di perjalanan, dan sesampainya kami di kota Madinah beliau masih sakit, kemudian Ibnu Abi ‘atiq menjenguknya dan berkata kepada kami,“Hendaknya kalian menggunakan habbatus sauda (jintan hitam), lalu ambillah 5 atau 7 butir lalu tumbuklah sampai halus, kemudian teteskan ke hidungnya dengan beberapa tetes minyak pada bagian kanan dan pada bagian kiri.”

Riwayat tersebut menjadi dasar atau setidaknya eksplorasi banyak orang sebelum dipraktikkan di kalangan pesantren. Selain itu melakukan gurah bisa jadi menjadi sunnah lantaran hal tersebut telah dilakukan Nabi itu sendiri.